Puloe Kruet, Aceh, cyberSBI – Keuchik Hendra Sulaiman dan Ketua
BUMG Abdul Rafa dengan tegas membantah tudingan terkait dugaan mark-up harga pembelian kebun untuk Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Desa Puloe
Kruet yang sempat diberitakan oleh beberapa media online.
Berdasarkan
informasi awal yang diperoleh Gabungan
Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) dari media online Bongkarperkara, muncul klaim bahwa
harga kebun yang dibeli melebihi nilai
sebenarnya serta proses pembeliannya dilakukan tanpa musyawarah yang
jelas. Tudingan tersebut diduga berasal dari seorang warga desa yang pernah mencalonkan diri sebagai kepala desa.
Menanggapi
pemberitaan tersebut, Abdul Rafa, Ketua
BUMG, membantah dengan tegas.
"Sangat disayangkan, foto yang digunakan dalam berita tersebut
bukanlah kebun yang dibeli oleh desa," ujarnya kepada awak media.
Ia juga
menjelaskan bahwa kebun sawit seluas 5
hektar yang dibeli terletak di tanah
gambut dangkal yang lebih mendekati tanah mineral, sehingga tidak
membutuhkan pupuk tambahan seperti halnya kebun di daerah pegunungan.
"Mencari lahan seluas 5 hektar dalam satu hamparan bukanlah hal
yang mudah," tambahnya.
Dalam upaya
klarifikasi, awak media melakukan
konfirmasi langsung kepada Keuchik Hendra Sulaiman dan pemilik kebun, Safrizal,
di sebuah kafe di Desa Alue Bilie.
Hendra
Sulaiman menegaskan bahwa proses
pembelian kebun telah dilakukan sesuai prosedur dan tepat sasaran.
"Berita yang beredar sangat menyudutkan dan tidak berimbang karena
tidak ada konfirmasi kepada saya sebelumnya," ungkapnya.
Ia juga
menyoroti bahwa dalam pemberitaan tersebut wartawan mengakui belum melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.
Lebih
lanjut, Hendra menjelaskan tahapan
pembelian lahan.
"Pada awalnya, Pak Safrizal sebenarnya enggan menjual kebunnya.
Namun, setelah kami terus membujuk dan melakukan negosiasi, akhirnya beliau
setuju untuk melepas 5 hektar lahannya," jelasnya.
Safrizal, pemilik
lahan sawit yang dibeli, juga membenarkan pernyataan Keuchik Hendra Sulaiman.
"Benar, kebun sawit saya dibeli oleh Desa Puloe Kruet dengan harga
Rp 120.000.000 per hektar," kata Safrizal.
Ia juga
menjelaskan alasan mengapa akhirnya setuju menjual lahannya.
"Mereka beberapa kali datang meminta saya mengurangi luas lahan
saya. Awalnya saya menolak karena harga sawit sedang tinggi dan tanahnya cukup
bagus. Namun, karena mereka datang dengan niat baik dan kebetulan saya sedang
membutuhkan uang, akhirnya saya setuju menjualnya dengan harga tersebut," ujar Safrizal.
Dengan
adanya pernyataan dari berbagai pihak terkait, tudingan mark-up harga dan ketidaksesuaian prosedur dalam pembelian kebun untuk
BUMG terbantahkan.
Sebagai
organisasi yang berkomitmen terhadap pemberitaan
yang akurat dan berimbang, GMOCT
akan terus memastikan bahwa setiap informasi yang disampaikan kepada publik
berdasarkan fakta dan klarifikasi dari pihak-pihak yang terlibat.
Tim