BREAKING NEWS
Tampilkan postingan dengan label BERITA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BERITA. Tampilkan semua postingan

Kabiro SBI Kuningan Siap Kawal Proses Hukum Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah Desa Linggarjati



Kuningan, kabarSBI – Menanggapi pemberitaan terkait laporan masyarakat Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, mengenai dugaan hilangnya aset tanah desa, Kepala Biro kabar SBI Kuningan, Dadan Sudrajat, menyatakan kesiapan untuk mengawal kasus tersebut hingga tuntas.

Dadan mengapresiasi langkah proaktif warga dalam menjaga aset desa. Menurutnya, tuntutan masyarakat harus mendapat perhatian serius dari pihak terkait, mengingat tanah desa adalah amanat yang harus dijaga demi kepentingan bersama.

"Tanah negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tanah yang tidak dimiliki dengan hak tertentu, bukan tanah ulayat, wakaf, atau aset pemerintah, termasuk dalam kategori ini," ujarnya, Rabu (12/3/2025).

Penyerobotan tanah merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tindakan melawan hukum. Pemerintah telah menetapkan regulasi untuk melindungi korban dalam kasus semacam ini. Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 melarang pemakaian tanah tanpa izin dari pihak yang berwenang.

Menguasai tanah secara ilegal—baik dengan menempati, memagari, atau mengusir pemilik sah—dapat dikategorikan sebagai perampasan hak. Hak kepemilikan tanah yang sah harus dibuktikan dengan sertifikat resmi yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dalam hukum, tindakan penyerobotan lahan termasuk dalam konsep bezit, yakni penguasaan suatu barang seolah-olah milik sendiri. Jika pemilik sah mengalami kerugian akibat penyerobotan, mereka berhak mengajukan gugatan hukum.

Penyerobotan tanah juga dapat mencakup pencurian atau perampasan, termasuk klaim sepihak dengan pematokan atau pemagaran lahan secara paksa. Pasal 2 UU 51/Prp/1960 melarang penggunaan tanah tanpa izin pemilik yang berhak.

Lebih lanjut, Pasal 385 ayat (1) dan (6) KUHP mengancam pelaku penyerobotan tanah dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun. Pasal ini mengatur sanksi bagi mereka yang menjual, menukar, atau membebani hak atas tanah secara ilegal demi keuntungan pribadi atau orang lain.

Sementara itu, Pasal 502 UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi pelaku yang secara melawan hukum mengklaim, menjual, atau membebankan hak atas tanah negara maupun properti di atasnya.

Terkait perkembangan kasus ini, pihak Kecamatan Cilimus mengonfirmasi bahwa perkara tersebut sedang ditangani oleh Polres Kuningan. Semua pihak diminta menunggu hasil proses hukum yang sedang berjalan.

 

Tim

Ketua II DPP LPK-RI Soroti Maraknya Pemasangan Stiker oleh Bank di Rumah Nasabah



Pemalang,cyberSBI – Praktik perbankan yang menempelkan stiker di rumah nasabah yang mengalami tunggakan kredit semakin marak dan memicu kontroversi di masyarakat. Banyak nasabah mengeluhkan tindakan tersebut karena dianggap mempermalukan dan merugikan mereka. Menanggapi hal ini, Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum serta hak-hak konsumen.

 

Agung Sulistio, selaku Ketua II DPP LPK-RI, menyoroti bahwa tindakan pemasangan stiker oleh bank atau lembaga pembiayaan bukan hanya tidak beretika, tetapi juga berpotensi bertentangan dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.

 

"Menempelkan stiker di rumah nasabah yang menunggak bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik serta intimidasi. Perbankan seharusnya mengikuti aturan dalam proses penagihan, bukan dengan mempermalukan nasabah di depan umum," ujar Agung Sulistio.

 

Ia juga menegaskan bahwa ada beberapa regulasi yang dapat dijadikan landasan hukum bagi nasabah yang merasa dirugikan, antara lain Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

 

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) Pasal 4 mengatur bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa dan Pasal 18 melarang pencantuman klausula yang merugikan konsumen.

 

Melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 310 KUHP menyebutkan bahwa pencemaran nama baik dapat dikenakan sanksi pidana.

 

Melanggar Regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)/ POJK No. 6/POJK.07/2022 mengatur tentang perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, termasuk dalam proses penagihan utang dan melanggar Surat Edaran OJK No. 17/SEOJK.07/2018 menekankan bahwa metode penagihan harus dilakukan secara etis tanpa memberikan tekanan psikologis yang berlebihan kepada nasabah.

LPK-RI memberikan beberapa rekomendasi bagi nasabah yang merasa dirugikan akibat pemasangan stiker oleh pihak bank,

 

“Konsumen/ nasabaa dapat melayangkan komplain resmi dan meminta penjelasan serta penyelesaian dari pihak bank. Melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mengadukanan melalui kanal resmi OJK agar regulator dapat mengambil tindakan terhadap praktik yang tidak sesuai etika ini,” ujarnya.

 

“Konsumen juga bisa mengadukan ke Lembaga Perlindungan Konsumen. LPK-RI siap menerima dan menindaklanjuti laporan terkait pelanggaran hak konsumen oleh lembaga perbankan,” lanjutnya..

 

Jika nasabah merasa mengalami kerugian yang signifikan, nasabah bisa mempertimbangkan langkah hukum, baik melalui gugatan perdata maupun pidana,” katanya..

 

LPK-RI menegaskan bahwa pemasangan stiker oleh bank di rumah nasabah adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, Ketua II DPP LPK-RI mengimbau agar lembaga perbankan mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dan sesuai dengan regulasi dalam menagih kewajiban kredit.

 

Tim


PT Pasangkayu Dilaporkan ke Kejaksaan Agung atas Dugaan Perambahan Hutan dan Penyerobotan Lahan



Pasangkayu, Sulbar, cyberSBI – PT Pasangkayu, anak usaha PT Astra Agro Lestari, dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI atas dugaan pengelolaan lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) serta perambahan kawasan hutan di Kabupaten Pasangkayu. Laporan tersebut telah disampaikan langsung ke Kejaksaan Agung oleh aktivis Bung Dedi dari Peoples Letter, yang mencurigai adanya praktik mafia tanah dan keterlibatan pihak tertentu di daerah tersebut.

 

Bung Dedi mengonfirmasi pengajuan laporan ini melalui pesan WhatsApp kepada tim media. Surat laporan ditujukan kepada Jaksa Agung RI, dengan tembusan kepada Wakil Jaksa Agung serta beberapa Jaksa Agung Muda. Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk menegakkan keadilan ekologis dan melindungi sisa hutan yang masih ada di Pasangkayu. Kasus ini juga akan terus dipantau oleh Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT).

 

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2014 menegaskan peran masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan. Warga berkewajiban melindungi hutan dari kerusakan dan bekerja sama dengan polisi kehutanan. Dugaan pelanggaran oleh PT Pasangkayu diperkuat dengan ditemukannya pos kehutanan di dalam perkebunan sawit serta tanda "Hutan Lindung" pada pohon sawit milik perusahaan.

 

Perusahaan ini berpotensi melanggar Pasal 98 junto Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara serta denda Rp 10 miliar. Selain itu, mereka juga dapat dikenakan sanksi tambahan berupa pemulihan lingkungan. Oleh karena itu, masyarakat dan aktivis lingkungan mendesak aparat penegak hukum untuk meninjau kembali izin PT Pasangkayu secara menyeluruh.

 

PT Pasangkayu mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan pada tahun 1987 dan 1992, dan baru mendapatkan izin pada tahun 1996 dengan luas 5.008 hektar untuk perkebunan kelapa sawit. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 98/Kpts-II/1996, lahan yang telah dikelola masyarakat seharusnya tidak termasuk dalam izin tersebut. Meski demikian, PT Pasangkayu diduga tetap menggarap lahan yang seharusnya dikecualikan, menyebabkan konflik dengan warga sejak 1990. Saat ini, perusahaan tersebut diduga mengelola hampir 11.000 hektar, jauh melebihi izin yang diberikan.

 

Masyarakat menuntut PT Pasangkayu mengembalikan minimal 748 hektar lahan (sekitar 10% dari area di luar HGU) serta meminta penegakan hukum berdasarkan Pasal 89 ayat (1) huruf a junto Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

 

Ancaman pidana bagi pelanggaran ini mencapai 8-15 tahun penjara serta denda hingga Rp 100 miliar. Selain PT Pasangkayu, perusahaan lain seperti PT Mamuang dan PT Letawa juga diduga mengelola lahan di luar batas konsesi tanpa persetujuan masyarakat (FPIC).

Keuchik Puloe Kruet Bantah Dugaan Mark-Up Pembelian Kebun untuk BUMG

 


Puloe Kruet, Aceh, cyberSBI – Keuchik Hendra Sulaiman dan Ketua BUMG Abdul Rafa dengan tegas membantah tudingan terkait dugaan mark-up harga pembelian kebun untuk Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Desa Puloe Kruet yang sempat diberitakan oleh beberapa media online.


Berdasarkan informasi awal yang diperoleh Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) dari media online Bongkarperkara, muncul klaim bahwa harga kebun yang dibeli melebihi nilai sebenarnya serta proses pembeliannya dilakukan tanpa musyawarah yang jelas. Tudingan tersebut diduga berasal dari seorang warga desa yang pernah mencalonkan diri sebagai kepala desa.


Menanggapi pemberitaan tersebut, Abdul Rafa, Ketua BUMG, membantah dengan tegas.

"Sangat disayangkan, foto yang digunakan dalam berita tersebut bukanlah kebun yang dibeli oleh desa," ujarnya kepada awak media.

Ia juga menjelaskan bahwa kebun sawit seluas 5 hektar yang dibeli terletak di tanah gambut dangkal yang lebih mendekati tanah mineral, sehingga tidak membutuhkan pupuk tambahan seperti halnya kebun di daerah pegunungan.

"Mencari lahan seluas 5 hektar dalam satu hamparan bukanlah hal yang mudah," tambahnya.


Dalam upaya klarifikasi, awak media melakukan konfirmasi langsung kepada Keuchik Hendra Sulaiman dan pemilik kebun, Safrizal, di sebuah kafe di Desa Alue Bilie.

Hendra Sulaiman menegaskan bahwa proses pembelian kebun telah dilakukan sesuai prosedur dan tepat sasaran.

"Berita yang beredar sangat menyudutkan dan tidak berimbang karena tidak ada konfirmasi kepada saya sebelumnya," ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahwa dalam pemberitaan tersebut wartawan mengakui belum melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.

Lebih lanjut, Hendra menjelaskan tahapan pembelian lahan.


"Pada awalnya, Pak Safrizal sebenarnya enggan menjual kebunnya. Namun, setelah kami terus membujuk dan melakukan negosiasi, akhirnya beliau setuju untuk melepas 5 hektar lahannya," jelasnya.

Safrizal, pemilik lahan sawit yang dibeli, juga membenarkan pernyataan Keuchik Hendra Sulaiman.

"Benar, kebun sawit saya dibeli oleh Desa Puloe Kruet dengan harga Rp 120.000.000 per hektar," kata Safrizal.

Ia juga menjelaskan alasan mengapa akhirnya setuju menjual lahannya.


"Mereka beberapa kali datang meminta saya mengurangi luas lahan saya. Awalnya saya menolak karena harga sawit sedang tinggi dan tanahnya cukup bagus. Namun, karena mereka datang dengan niat baik dan kebetulan saya sedang membutuhkan uang, akhirnya saya setuju menjualnya dengan harga tersebut," ujar Safrizal.


Dengan adanya pernyataan dari berbagai pihak terkait, tudingan mark-up harga dan ketidaksesuaian prosedur dalam pembelian kebun untuk BUMG terbantahkan.

Sebagai organisasi yang berkomitmen terhadap pemberitaan yang akurat dan berimbang, GMOCT akan terus memastikan bahwa setiap informasi yang disampaikan kepada publik berdasarkan fakta dan klarifikasi dari pihak-pihak yang terlibat.

Tim

 

Warga Tembalang Antusias Ikuti Workshop Pengolahan Sampah dengan Biowash Promic



Tembalang, cyberSBI – Warga Tembalang, Semarang, dengan antusias mengikuti workshop pengolahan sampah instan menggunakan Biowash Promic, yang digelar di Pendopo Toba, Kawasan GO Green. Acara ini juga mencakup pembuatan minuman probiotik Jus Promic (Juspro) dan turut dihadiri oleh Wakil Sekretaris Umum Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), M. Bakara.

Workshop ini menghadirkan AKBP Restiana Pasaribu, S.H., M.H., sebagai narasumber utama, yang membimbing peserta dalam mengolah sampah menjadi pupuk organik serta meracik Juspro.

"Saya sangat senang melihat antusiasme warga dalam mengikuti workshop ini," ujar AKBP Restiana. "Penggunaan Biowash Promic adalah solusi inovatif dan efektif dalam menangani masalah sampah. Selain itu, pembuatan Juspro mengajarkan masyarakat cara memanfaatkan sumber daya secara optimal demi meningkatkan kesehatan."

Ia berharap kegiatan seperti ini dapat terus dikembangkan dan diterapkan di berbagai wilayah.

Acara ini mendapatkan dukungan dari Dinas Pertanian Kota Semarang serta Pemuda Batak Bersatu (PBB) DPC Kota Semarang, yang diketuai oleh Purnawirawan AKBP M. Manurung, S.H.

M. Bakara, perwakilan dari GMOCT, turut aktif dalam workshop dan mengapresiasi inisiatif ini.

"Workshop ini sangat bermanfaat," kata M. Bakara. "Biowash Promic memberikan solusi praktis untuk permasalahan sampah, sekaligus memberikan edukasi tentang manfaat minuman probiotik bagi kesehatan. GMOCT sangat mendukung kegiatan yang mengedukasi masyarakat untuk hidup lebih ramah lingkungan dan sehat."

Ia juga menegaskan bahwa GMOCT akan terus mendukung program-program yang sejalan dengan visi keberlanjutan.

Sebagai bentuk apresiasi, setiap peserta menerima sertifikat atas partisipasi mereka dalam workshop ini. Kegiatan ini menjadi langkah konkret dalam mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup berkelanjutan, mengurangi dampak negatif sampah, serta meningkatkan kualitas hidup melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dan konsumsi minuman probiotik.

Keberhasilan acara ini mencerminkan sinergi positif antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan media dalam mendukung serta mempromosikan program-program berkelanjutan demi masa depan yang lebih baik.

Pelajar di Cilincing Dianiaya Pengemudi Alphard, Ponsel Ibu Korban Dirampas



Jakarta Utara, cyberSBI– Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pengemudi Toyota Alphard hitam dengan nomor polisi B 99 NEO terhadap seorang pelajar berinisial HK (17) di Cilincing, Jakarta Utara, menarik perhatian publik. Peristiwa ini terjadi pada Selasa (5/3/2025) pukul 22.30 WIB di Jalan Kebon Baru, tepat di depan SDN 09 Kebon Baru.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Bentengmerdeka, yang tergabung dalam Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), kejadian bermula saat HK yang mengendarai sepeda motor bersama ibunya hampir tertabrak oleh mobil Alphard yang sedang mundur. Meskipun sudah membunyikan klakson dua kali sebagai peringatan, pengemudi Alphard justru tersulut emosi, turun dari mobil, dan terlibat cekcok dengan ibu korban.

Saat HK mencoba menengahi pertengkaran, pengemudi Alphard malah melakukan tindak kekerasan dengan memukul dan membanting HK ke aspal. Ibu HK, yang melihat kejadian itu, merasa terpukul dan histeris.

"Anak saya hampir tewas!" ungkapnya dengan air mata, Jumat (7/3/2025).

Akibat kejadian tersebut, HK mengalami luka-luka, termasuk memar di lengan kiri, pusing akibat benturan kepala, serta luka di jempol kaki. Lebih parahnya lagi, rekan pengemudi Alphard diduga merampas ponsel milik ibu HK, yang saat itu sedang merekam insiden tersebut.

Setelah melakukan aksi brutalnya, pengemudi Alphard melarikan diri saat hendak dibawa ke Polsek Cilincing. Namun, kasus ini telah dilaporkan ke polisi dengan nomor laporan LP/B/163/III/2025/SPKT/POLSEK CILINCING, dan kini sedang dalam proses penyelidikan. HK telah menjalani perawatan medis di RSUD Koja, serta mendapatkan visum et repertum (VER) sebagai bukti hukum dalam kasus ini.

Tuntutan Keadilan

Kasus ini menjadi perhatian publik karena mencerminkan arogansi dan kekerasan yang dilakukan oleh pemilik kendaraan mewah. Masyarakat berharap pihak kepolisian segera menangkap pelaku dan memberikan sanksi tegas agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Tim GMOCT akan terus mengawal perkembangan kasus ini untuk memastikan keadilan bagi korban.

Informasi lebih lanjut diperoleh dari narasumber, Riski.

#NoViralNoJustice

Team/Red (Bentengmerdeka)
GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Kades Braja Mulya Diduga Lakukan Pelanggaran Hukum, Ini Pernyataan Ketua PPWI Lampung Timur



Lampung Timur, cyberSBI– Dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan Sujarno, Kepala Desa (Kades) Braja Mulya, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, semakin menjadi perhatian publik. Ia diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan tetap mempertahankan jabatan rangkap Ahmad Sofyan sebagai Kasi Pemerintahan sekaligus Admin atau Operator Desa, Jumat (07/03/2025).

Kasus ini tidak hanya dianggap sebagai pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara akibat penggajian ganda yang tidak sesuai regulasi. Selain itu, dugaan adanya manipulasi dokumen administratif desa semakin menguat.

Sopyanto, yang akrab disapa Bung Fyan, selaku Ketua DPC PPWI Kabupaten Lampung Timur, menegaskan bahwa tindakan Kades Sujarno sudah masuk kategori tindak pidana dan harus diusut secara hukum.

"Apa yang dilakukan Kades Sujarno ini sudah termasuk tindak pidana. Ada unsur penyalahgunaan wewenang, penggajian ganda, dan dugaan manipulasi data. Aparat penegak hukum tidak boleh tinggal diam dan harus segera bertindak!" tegasnya.

Saat dikonfirmasi, Sujarno mengakui bahwa Ahmad Sofyan telah merangkap jabatan selama empat tahun sebagai Kasi Pemerintahan sekaligus Admin atau Operator Desa.

Namun, ia berdalih bahwa keputusan tersebut diambil karena keterbatasan SDM di desanya, serta tidak adanya orang lain yang mampu mengoperasikan komputer.

"Di desa ini, hanya Ahmad Sofyan yang bisa mengoperasikan komputer. Makanya, dia saya tugaskan juga sebagai operator desa agar administrasi tetap berjalan," ujar Sujarno.

Pernyataan Sujarno justru menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menilai alasan tersebut tidak masuk akal dan mencerminkan praktik nepotisme serta kurangnya transparansi dalam tata kelola pemerintahan desa.

"Alasan ini sangat aneh. Di era modern seperti sekarang, masa dalam satu desa hanya ada satu orang yang bisa mengoperasikan komputer? Jika memang SDM menjadi kendala, seharusnya dilakukan pelatihan atau rekrutmen terbuka, bukan membiarkan satu orang rangkap jabatan dan menerima gaji ganda," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Tiga Dugaan Pelanggaran Hukum

Menurut Sopyanto, dugaan tindak pidana yang dilakukan Kades Sujarno mencakup tiga aspek utama:

1. Penyalahgunaan Wewenang

Melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan berpotensi merugikan keuangan negara, dapat dijerat pidana hingga 20 tahun penjara.

Indikasi:
Kades Sujarno diduga sengaja mempertahankan rangkap jabatan Ahmad Sofyan untuk kepentingan tertentu.
✅ Pengelolaan administrasi dan keuangan desa tetap dalam kendali sekelompok orang.

2. Penggajian Ganda Berpotensi Korupsi

Melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, yang menyatakan bahwa siapa pun yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum dan merugikan keuangan negara, dapat dipidana minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara.

Indikasi:
Ahmad Sofyan diduga menerima dua gaji dari APBN/APBD, yang secara hukum tidak diperbolehkan.
✅ Berpotensi menyebabkan kerugian negara karena adanya pengeluaran anggaran yang tidak sah.

3. Dugaan Pemalsuan Dokumen Administrasi Desa

Jika terbukti ada manipulasi data atau dokumen administratif untuk melegitimasi jabatan rangkap, maka Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen bisa menjerat pelakunya dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.

Indikasi:
✅ Kemungkinan adanya rekayasa dokumen agar jabatan rangkap terlihat sah secara administrasi.
✅ Dugaan pelanggaran prosedur keuangan dalam pengelolaan anggaran desa.

Selain itu, Kades Sujarno berpotensi melanggar aturan tentang gaji perangkat desa sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang melarang perangkat desa menerima penghasilan ganda dari sumber dana APBN/APBD jika tidak sesuai ketentuan.

Desakan Proses Hukum untuk Kades Braja Mulya

Sopyanto meminta Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera mengusut kasus ini secara transparan dan profesional.

"Kami akan berkoordinasi dengan Inspektorat maupun APH untuk turun tangan. Jika terbukti ada pelanggaran hukum yang serius, maka kasus ini harus diproses sesuai aturan. Jangan sampai keuangan desa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu!" tegasnya.

Menurutnya, penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan memberhentikan Ahmad Sofyan dari salah satu jabatannya.

"Pelanggaran ini sudah terjadi selama bertahun-tahun dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Proses hukum harus tetap berjalan, dan Kades Sujarno harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum," tambahnya.

Kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, tetapi menunjukkan dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat desa.

Jika tidak ditindak tegas, bukan tidak mungkin praktik serupa terjadi di desa-desa lain dengan alasan yang sama.

Kini, publik menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum. Akankah kasus ini diproses sesuai aturan, atau justru berlalu tanpa keadilan?

(Tim)

Kepala Desa Diduga Berpihak pada Perusahaan, Warga Desa Babahlueng Aceh Mengadu



Nagan Raya, Aceh, cyberSBI – Konflik agraria kembali meletus di Desa Babahlueng, Kecamatan Tripa Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh.  Kali ini, konflik tersebut semakin memanas setelah Kepala Desa diduga terlibat dan berpihak pada PT SPS 2, sebuah perusahaan yang dituduh telah menyerobot lahan milik warga. Informasi ini didapatkan dari media online Bongkarperkara.com, yang tergabung dalam GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak Ternama).

 

Puluhan warga Desa Babahlueng  mengungkapkan kronologi kejadian kepada awak media. Mereka menyatakan bahwa Kepala Desa dan kelompok plasma yang dibentuk oleh PT SPS 2 telah turun ke lahan milik warga dan secara paksa mencabut tanaman pisang dan sawit milik mereka. Tanaman tersebut kemudian dibuang ke parit.

 

Salah seorang warga, yang hanya ingin disebut dengan inisial S.Z.A.M.R., mengecam tindakan Kepala Desa.  "Sangat kami sayangkan seorang kepala desa berpihak ke perusahaan dan mendukung proses plasma yang tidak jelas. Apalagi membuat plasma di atas tanah milik warga. Sebagai kepala desa, beliau seharusnya tidak boleh berpihak, apalagi jika rakyatnya dirugikan oleh perusahaan," ujarnya dengan nada kecewa.

 

Konflik tersebut bahkan berujung pada aksi kekerasan antar warga.  An. RM menjelaskan bahwa pada malam harinya, terjadi perkelahian antar tetangga di depan rumah Kepala Desa.  Perkelahian tersebut diduga dipicu oleh tindakan Kepala Desa dan kelompok plasma.

 

Warga juga mengungkapkan bahwa mereka telah beberapa kali diajak bernegosiasi oleh pihak PT SPS 2 terkait ganti rugi lahan. Namun, nominal yang ditawarkan dinilai jauh dari wajar.  "Pihak perusahaan tetap memaksa dan menggarap lahan kami. Jelas negara ini isinya rakyat, bukan perusahaan, tetapi kami selalu dicari-cari celah untuk dipenjara," ungkap An. RM.

 

Lebih lanjut, An. RM menambahkan bahwa keluarganya telah beberapa kali menerima surat panggilan dari Polda Banda Aceh, yang mengakibatkan kondisi ekonomi keluarganya terpuruk.  "Anak kami kelaparan di rumah karena kami tak punya uang lagi setelah memenuhi undangan tersebut," tambahnya.

 

Warga Desa Babahlueng berharap pemerintah dapat turun tangan menyelesaikan konflik ini.  Jika Kepala Desa tetap bersikukuh tidak membela warganya dan justru menjadi aktor utama keributan, mereka mengancam akan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, termasuk KPK dan Ombudsman.

 

Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait belum dapat dikonfirmasi.


#No Viral No Justice 


Team/Red (Bongkarperkara)


GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama 

 
Copyright © 2025 CYBERSBI

cyberSBI