![]() |
Foto: ANTARA |
JAKARTA, cyberSBI – Arief Poyuono menilai pemerintah tidak menunjukkan kepedulian terhadap hak-hak pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kebangkrutan perusahaan.
Sritex kini
telah resmi bangkrut dan menghentikan seluruh operasionalnya secara permanen.
Akibatnya, sebanyak 10.966 karyawan kehilangan pekerjaan.
Namun,
hingga saat ini para pekerja yang terkena PHK belum menerima hak-hak mereka,
termasuk gaji yang belum dibayarkan, pesangon, serta tunjangan hari raya (THR).
"Pekerja
Sritex hanya bisa mengklaim manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS
Ketenagakerjaan," ujar Arief pada Minggu, 2 Februari 2025.
"Sementara
itu, tidak ada kepastian kapan mereka akan menerima pesangon dan hak-hak
lainnya," tambahnya dalam pernyataan resmi.
Proses
pailit Sritex sebenarnya telah berlangsung cukup lama setelah melalui sidang
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga. Perusahaan
resmi dinyatakan bangkrut karena gagal mencapai kesepakatan dengan kreditur.
Kini, aset
perusahaan berada di bawah pengelolaan kurator yang bertugas menjual aset
tersebut untuk melunasi utang-utang perusahaan. Sayangnya, kurator memutuskan
bahwa hak-hak buruh baru akan dibayarkan setelah seluruh aset berhasil dijual.
Menurut
Arief, keputusan ini bertentangan dengan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
Tahun 2003 yang menyatakan bahwa upah dan hak pekerja harus menjadi prioritas
utama dalam penyelesaian utang perusahaan yang bangkrut.
"Seharusnya
pemerintah turun tangan memastikan hak buruh diprioritaskan. Jangan hanya
memberikan janji-janji tanpa realisasi," tegasnya.
"Tanpa
pengawasan yang jelas, hak-hak buruh bisa saja tidak pernah terpenuhi,"
tambah Arief.
Lebih
lanjut, Arief menegaskan bahwa kasus pailitnya Sritex harus menjadi peringatan
bagi pemerintahan Prabowo agar lebih serius dalam melindungi hak-hak pekerja.
Jika tidak
ada langkah konkret, kasus ini bisa menjadi contoh buruk bagi perlindungan
tenaga kerja di masa depan.
"Jika
pemerintah benar-benar berpihak pada buruh, harus ada tindakan nyata. Jangan
sampai pemerintahan Prabowo mengulangi kesalahan pemerintahan sebelumnya yang
kurang memperhatikan nasib pekerja," lanjutnya.
Saat ini,
ribuan pekerja Sritex masih kebingungan mencari kejelasan atas hak mereka.
Tanpa campur tangan pemerintah, mereka terancam terus berada dalam
ketidakpastian ekonomi.
Sebagai
solusi, Arief mengusulkan agar pemerintah segera menyelamatkan industri tekstil
nasional, termasuk Sritex, melalui program industrialisasi yang dikelola oleh
Danantara.
"Industri
tekstil milik negara seperti PT Industri Sandang yang didirikan pada era
Soekarno kini tinggal kenangan," pungkasnya.