Opini oleh: Muslim Arbi - Direktur Gerakan Perubahan
Pernyataan Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama Pertamina, yang mengungkap bahwa tindakannya dilakukan atas perintah atasan, yakni Jokowi, telah mengejutkan publik.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI-P, juga menegaskan keterlibatan Jokowi dalam kasus Formula E yang bertujuan untuk menetapkan Anies Baswedan sebagai tersangka. Selain itu, ia juga menyebut adanya dana sebesar 3 juta dolar dari Jokowi untuk revisi UU KPK.
Pengakuan dari dua tokoh ini telah menjadi perhatian masyarakat luas. Keterlibatan langsung nama Joko Widodo dalam pernyataan Hasto dan Karen membuat publik heboh.
Dalam sebuah video yang beredar, Hasto Kristiyanto membuat publik tercengang, sementara Karen Agustiawan dengan yakin menegaskan bahwa tindakannya dilakukan atas arahan Presiden Jokowi.
Saat ini, KPK telah menangani kasus ini, dan baik Hasto maupun Karen telah ditahan.
Publik Pertanyakan Sikap KPK Terhadap Jokowi
Namun, yang menjadi tanda tanya besar adalah mengapa KPK belum memanggil atau memeriksa Jokowi, meskipun namanya disebut secara langsung dalam pengakuan dua tokoh tersebut?
Sikap KPK yang tidak segera menindaklanjuti pengakuan ini menimbulkan kecurigaan bahwa lembaga tersebut bersikap diskriminatif dan seolah melindungi Jokowi, yang saat ini tidak lagi menjabat sebagai Presiden.
Publik pun menduga bahwa KPK memiliki kepentingan untuk melindungi Jokowi, terlebih lagi karena komisioner KPK periode 2024-2029 dibentuk oleh Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya, yang seharusnya menjadi kewenangan Presiden Prabowo dan DPR hasil Pemilu 2024-2029.
Indikasi KPK Tidak Profesional dan Penuh Kepentingan Politik
Sikap KPK yang enggan menyentuh Jokowi dalam kasus ini semakin memperkuat dugaan bahwa lembaga antirasuah tersebut memiliki konflik kepentingan dan tidak bertindak secara independen.
Dalam kasus Hasto, KPK bahkan mendapat kritik keras dari tim kuasa hukumnya, yang menilai bahwa KPK telah melanggar UU KPK, bersikap arogan, dan bertindak tidak profesional.
Kini, publik semakin yakin bahwa tidak diprosesnya Jokowi dalam kasus ini menjadi bukti kuat bahwa KPK sedang membalas budi kepada mantan Presiden tersebut.
Jika benar demikian, maka KPK tidak lagi bisa dipertahankan sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang profesional dan independen. Sebab, lembaga ini telah berubah menjadi alat politik yang digunakan untuk kepentingan Jokowi.
Sebelumnya, dugaan bahwa KPK merupakan alat politik Jokowi hanya terdengar samar-samar di kalangan masyarakat. Namun, dalam kasus Hasto dan Karen, dugaan tersebut semakin jelas terlihat.
KPK kini dianggap melindungi Jokowi, melanggar UU, tidak profesional, dan tidak independen, serta semakin nyata menjadi alat politik mantan Presiden.
Melihat kondisi ini, Presiden Prabowo seharusnya mempertimbangkan untuk membubarkan KPK atau setidaknya membekukan KPK yang ada saat ini dan membentuk lembaga baru yang lebih independen dan profesional dalam memberantas korupsi.