Penarikan ini dilakukan dengan alasan keterlambatan pembayaran angsuran selama dua bulan.
Setelah kendaraan diambil, Herlan dibawa ke kantor Adira dan diminta untuk melunasi tunggakan serta membayar biaya penarikan sebesar Rp20 juta. Merasa keberatan dengan biaya yang dinilai tidak wajar, ia pun mengajukan pengaduan ke LPK-RI.
Ketua Umum LPK-RI, M. Fais, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengupayakan mediasi dengan Adira Finance Cabang Cikarang.
Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, LPK-RI akan mengambil langkah hukum melalui gugatan sederhana guna mempercepat penyelesaian kasus ini, mengingat adanya dugaan pelanggaran hukum.
Fais mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa kreditur tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia secara sepihak (parate eksekusi).
Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur terkait wanprestasi atau penyerahan kendaraan secara sukarela, maka proses eksekusi harus melalui putusan Pengadilan Negeri.
Selain itu, Fais menyoroti bahwa Herlan telah membayar 34 kali angsuran, dengan sisa 14 kali pembayaran sebelum pelunasan. Namun, hanya karena keterlambatan dua bulan, mobilnya langsung ditarik.
Meski Herlan bersedia melunasi tunggakan, pihak debt collector tetap meminta biaya penarikan sebesar Rp20 juta, yang dianggap sangat memberatkan.
LPK-RI menegaskan komitmennya untuk membela hak konsumen dalam kasus ini serta memastikan bahwa proses penarikan kendaraan dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Konsumen diimbau untuk memahami hak-haknya dan segera melaporkan jika mengalami tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Melalui kasus ini, LPK-RI juga mengingatkan lembaga pembiayaan agar mematuhi aturan yang ada dan menjunjung prinsip keadilan dalam setiap tindakan penarikan kendaraan dari konsumen.